Insightkaltim.com, SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus memperkuat kualitas pembangunan daerah dengan memastikan tenaga konstruksi lokal memiliki kompetensi yang terstandarisasi. Untuk mengejar hal tersebut, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kutim memperkenalkan strategi jemput bola lewat layanan Mobile Training Unit (MTU), sebuah fasilitas pelatihan bergerak yang dirancang khusus untuk mendekatkan proses sertifikasi ke para pekerja di lapangan.
Langkah ini digagas untuk menjawab tantangan pemerataan SDM konstruksi di 18 kecamatan Kutim yang selama ini terhalang akses pelatihan dan administrasi. Dengan hadirnya MTU, proses pelatihan, pendampingan, hingga uji kompetensi dapat dilakukan langsung di lokasi kerja tanpa menunggu peserta datang ke pusat kota.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PUPR Kutim, Joni Abdi Setia, menegaskan bahwa percepatan peningkatan kualitas SDM merupakan fondasi penting bagi pembangunan infrastruktur yang aman dan berkelanjutan.
“Yang kami tekankan saat ini adalah penguatan kompetensi pelaku usaha dan tenaga konstruksi. Pembinaan yang dilakukan bukan untuk mengaudit, tetapi untuk memastikan mereka memahami aturan dan mampu bekerja secara profesional,” jelasnya saat ditemui di Gedung Serba Guna (GSG) Sangatta Utara, Rabu (12/11/2025).
Hingga 2025, PUPR Kutim mencatat progres signifikan. Sebanyak 1.116 tenaga konstruksi dan 118 tenaga ahli telah mengantongi sertifikat kompetensi. Capaian ini menjadi pijakan kuat bagi pemerintah daerah untuk mengejar target ambisius: kenaikan 50 persen tenaga tersertifikasi pada 2029.
Menurut Joni, MTU menjadi solusi efektif untuk mengurai berbagai kendala teknis di lapangan, termasuk persoalan administrasi dan fakta bahwa sebagian pekerja konstruksi belum ber-KTP Kutim. Dengan pola pelatihan keliling, proses validasi data, pelatihan dasar, hingga uji sertifikasi dapat dipercepat dan dipermudah.
“Banyak pekerja yang sebenarnya berkompeten, hanya belum sempat ikut sertifikasi. Dengan MTU, kami bisa langsung datang dan membantu mereka menyelesaikan prosesnya,” terangnya.
Pemerintah berharap langkah proaktif ini mampu membuka ruang yang lebih adil bagi tenaga lokal untuk bersaing di industri konstruksi yang semakin menuntut profesionalisme. Sertifikasi, menurut Joni, bukan sekadar dokumen formal, tetapi bukti bahwa pekerja memiliki kemampuan sesuai standar nasional.
“Semakin banyak tenaga lokal yang tersertifikasi, semakin kuat pula daya saing mereka dalam dunia usaha jasa konstruksi,” pungkasnya.(adv/Kutim)





