Insightkaltim.com, KUTAI TIMUR — Upaya panjang Anggota DPRD Kutim dari PKS, H. Aidil Fitri, untuk mengangkat aksesibilitas Kecamatan Telen akhirnya menunjukkan hasil konkret. Dua proyek vital—pembangunan jembatan penghubung desa dan peningkatan jalan poros Simpang Baturedi—resmi masuk dalam program tahun jamak (Multi Years Contract/MYC) dengan total anggaran mencapai Rp91,7 miliar.
Langkah ini disebut sebagai titik balik bagi wilayah yang selama puluhan tahun tertinggal akses transportasi dasar.
Angle: Telen, Satu-satunya Kecamatan Terbelah Sungai Tanpa Integrasi Akses
Aidil Fitri menegaskan bahwa Telen adalah daerah paling tertinggal dari sisi konektivitas di Dapil 4. Delapan desa di kecamatan tersebut saling terpisah oleh dua sungai besar, Sungai Telen dan Sungai Marah, sehingga akses antarwilayah sangat terbatas.
“Delapan desa di Telen itu terpisah satu sama lain. Empat desa lainnya—Long Melah, Long Segar, Kernyanyan, dan Long Noran—bahkan dipisahkan lagi oleh Sungai Marah,” ujar Aidil.
Selama ini masyarakat hanya mengandalkan kapal feri, yang bukan hanya memicu tingginya biaya logistik, tetapi juga menyimpan risiko keselamatan dan tidak beroperasi selama 24 jam.
Harga Melonjak, Warga Merugi
Ketiadaan jembatan membuat disparitas harga kebutuhan pokok semakin lebar. Satu contoh paling mencolok adalah harga LPG 12 kg yang bisa mencapai Rp290 ribu di Long Melah, jauh berbeda dengan harga Muara Wahau yang hanya Rp230 ribu.
Harga hasil perkebunan warga juga jatuh karena biaya angkut lebih mahal dibanding kecamatan sekitar seperti Muara Wahau dan Kongbeng.
Jembatan Long Melah–Marah Haloq Mulai Digarap 2026–2027
Aidil memastikan bahwa jembatan penghubung Desa Long Melah dan Marah Haloq telah dikunci masuk dalam daftar proyek tahun jamak. Total anggaran sebesar Rp36,7 miliar akan dikerjakan dalam dua tahap.
Ia menargetkan jembatan dapat dituntaskan dalam kurun dua tahun, mulai pengerjaan 2026.
“Pemerintah dan DPRD sudah sepakat. Mulai awal 2026, pekerjaan harus berjalan,” tegasnya.
Jalan Poros Simpang Baturedi: Akses Satu-satunya yang Harus Diselamatkan
Selain jembatan, Aidil juga memberi tekanan kuat untuk percepatan Jalan Poros Simpang Baturedi—satu-satunya jalan milik pemerintah yang seharusnya menjadi jalur utama warga. Kondisinya kini rusak parah sehingga masyarakat terpaksa melalui jalan milik perusahaan sawit.
“Begitu curah hujan tinggi, kilometer 3 banjir. Warga langsung terisolasi. Pemerintah tidak boleh tidak punya akses jalan,” katanya.
Proyek lanjutan jalan poros mendapatkan alokasi Rp55 miliar dalam MYC untuk menangani sekitar 6 km ruas prioritas.
Terkendala Status Kawasan, Legislator Desak Pemerintah Bergerak Cepat
Aidil turut menyoroti adanya sebagian ruas jalan yang masih berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), sehingga tidak bisa dikerjakan.
Ia meminta pemerintah segera menuntaskan proses pelepasan kawasan agar pembangunan tidak berlarut.
“Ini kebutuhan dasar masyarakat. Jembatan dan jalan harus masuk tahap awal pengerjaan tahun jamak,” tegasnya.(ko/*)





