Insightkaltim.com, KUTAI TIMUR — Upaya mewujudkan Kabupaten Layak Anak (KLA) di Kutai Timur terus digenjot. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutim sepanjang 2025 memperluas program perlindungan anak mulai dari pelibatan Forum Anak dalam perencanaan pembangunan, percepatan Sekolah Ramah Anak (SRA), pendampingan akreditasi, hingga sosialisasi pencegahan kekerasan ke sekolah-sekolah.
Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak DP3A Kutim, Rita Winarni, menyebut seluruh gerakan ini bertujuan memastikan anak Kutim tidak hanya dilindungi, tetapi juga didengar dan diberdayakan dalam pembangunan daerah.
Forum Anak Jadi Wadah Aspirasi Generasi Muda
Menurut Rita, Forum Anak telah menjadi kanal suara yang efektif dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam). Mereka tidak lagi hadir sebagai peserta pendamping, melainkan penyampai aspirasi yang setara.
“Anak-anak menyampaikan kebutuhan mereka sendiri—ruang bermain, fasilitas olahraga, pusat kegiatan kreatif. Dan banyak yang kemudian masuk dalam pertimbangan kecamatan,” jelasnya.
Keberadaan Forum Anak juga menjadi indikator penting dalam penilaian Kabupaten Layak Anak, sehingga DP3A terus memperluas pendampingan hingga ke desa-desa.
Sangatta Jadi Fokus Penilaian Sekolah Ramah Anak
Di bidang pendidikan, DP3A menargetkan penerapan Sekolah Ramah Anak menyebar lebih merata. Namun untuk tahun 2025, Kutim memusatkan asesmen dan pendampingan di Sangatta Utara dan Sangatta Selatan—dua kecamatan dengan jumlah sekolah terbanyak.
“Indikator SRA cukup kompleks—keamanan lingkungan, pencegahan bullying, kebijakan internal, fasilitas ramah anak. Karena itu kami fokus dulu pada dua kecamatan ini agar pembinaannya lebih intens,” terang Rita.
Tahap ini juga menjadi bagian dari persiapan menyongsong penilaian KLA dari Kementerian PPPA.
Kutim Mulai Susun Borang SRA dengan Fasilitator Nasional
Untuk pertama kalinya, DP3A Kutim melibatkan fasilitator nasional dalam penyusunan borang akreditasi SRA. Proses ini belum pernah dilakukan sebelumnya secara penuh.
“Penyusunan borang adalah fondasi akreditasi nasional. Kami ingin ketika Kementerian PPPA membuka penilaian, sekolah-sekolah Kutim sudah siap,” tegasnya.
Beberapa sekolah telah masuk daftar pendampingan intensif dan disiapkan menjadi percontohan kabupaten.
Gencar Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Dini dan Bullying
Kekerasan terhadap anak di usia sekolah masih menjadi perhatian besar DP3A. Karena itu, tim melakukan sosialisasi rutin ke SMP, SMA, hingga SD yang mengajukan permintaan pendampingan.
“Kasus tertinggi biasanya melibatkan remaja. Kita edukasi tentang risiko pernikahan dini, bahaya bullying, dan pentingnya melapor,” kata Rita.
Belakangan, program serupa juga diberikan di rumah ibadah melalui gerakan Rumah Ibadah Ramah Anak.
Hak Pendidikan Anak di LPKA Tetap Dijamin
Komitmen DP3A tidak berhenti di sekolah formal. Anak-anak yang sedang menjalani pembinaan di LPKA tetap dipastikan mendapat hak pendidikan melalui program kejar paket dan kerja sama dengan sekolah swasta.
“Status anak binaan tidak boleh memutus hak mereka atas pendidikan. Ini prinsip utama perlindungan anak,” tegas Rita.
DP3A juga memfasilitasi anak yang dikeluarkan dari sekolah agar tetap bisa belajar melalui jalur lain, bekerja sama dengan Disdikbud dan satuan pendidikan.
Menuju Kabupaten Layak Anak 2026
Rita menegaskan bahwa seluruh program ini disiapkan sebagai lompatan Kutim untuk meningkatkan skor KLA.
“Kami ingin memastikan upaya perlindungan anak tidak hanya menjadi dokumen, tetapi benar-benar berdampak. Harapan kami tahun depan capaian KLA Kutim bisa meningkat signifikan,” pungkasnya.(adv/Kutim)





